25/11/2010

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DISEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

  Di era globalisasi ini, budaya-budaya barat khususnya dan luar negeri umumnya dengan mudah memasuki areal wilayah budaya Indonesia dan mempengaruhi bahkan diserap atau dipakai oleh bangsa Indonesia. Unsur budaya asing yang sesuai dan positif menjadi kekayaan khasanah budaya kita, tetapi yang negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia menjadi tantangan dan masalah sosial yang menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak". (Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar: 2003 hal. 357)
  
         Diantara masalah-masalah sosial yang berhubungan langsung dengan pendidikan adalah perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, alkoholisme, kenakalan remaja dan sebagainya. Dimana masalah ini akan mengganggu proses belajar dan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa. Belum lagi ditambah dengan masalah-masalah belajar siswa. Untuk itulah program bimbingan dan konseling di sekolah perlu dilakukan.


B.    Tujuan Pembahasan

   Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk membahas bagaimana program bimbingan dan konseling di sekolah bisa dilaksanakan secara lancar, efektif, dan efisien sehingga tujuan dari program bimbingan dan konseling itu bisa tercapai.
C.    Rumusan Masalah

   Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah tentang pengertian program bimbingan dan konseling, fungsi, asas dan prinsip bimbingan konseling disekolah, langkah-langkah bimbingan konseling di sekolah dan masalah-masalah yang dihadapi bimbingan dan konseling di sekolah.


D.    Metode Penulisan

   Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode studi pustaka dari literature-literature yang terkait baik dari buku-buku referensi yang membahas masalah bimbingan dan konseling di sekolah maupun dari literature   hasil searching di internet.


BAB II
PEMBAHASAN


A.        Pengertian Program Bimbingan dan Konseling
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu : (1) faktor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2) faktor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan (Abu Ahmadi, 1977).

Bidang  pelayanan bimbingan dan konseling sekolah itu adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
2. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
3. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
4. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

Kegiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif bilamana di mulai dari adanya program yang disusun dengan baik. Program bimbingan berisi rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pemberian layanan bimbingan dan konseling. Winkel (1991) menjelaskan bahwa program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.

 Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti :

1. Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan;
2. Memungkinkan siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
3. Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
4. Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa yang dibimbingnya.

Pendapat di atas, menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan sistematik. Keberhasilan dalam program yang demikian, merupakan titik awal keberhasilan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.

B.        Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling di Sekolah
 Adapun fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah yaitu :
1. Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
2. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
3. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.
4. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
5. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

Sedangkan  prinsip dan Asas bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :

1. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
2. Asas-asas Bimbingan dan Konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.



C.        Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan
 Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut :
1. Tahap Persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program  bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
2. Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan serta merumuskan arah program yang akan disusun.
3. Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia  ini bertugas merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
4. Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem pencatatan, dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

          Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbingan itu dapat diwujudkan dengan baik.

          Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program bimbingan sebagaimana dikemukakan itu, berikut ini dapat pula disajikan langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu :
1. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutauhan sekolah terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
2. Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga ditentukan personalia yang akan melaksanakan program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
3. Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan guna penyempurnaan program tersebut.
4. Penyempurnaan konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.
5. Pelaksanaan program yang telah direncanakan.
6. Setelah program dilaksanakan, perlu diadakan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan seterusnya dicari faktor penyebabnya.
7. Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.

 Demikian seterusnya, sehingga terwujudlah program bimbingan yang lebih sempurna. Terciptanya program bimbingan yang baik telah merupakan sebagian dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri.

D.       Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang Pendidikan

            Layanan bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilaksanakan secara terus-menerus, mulai dari jenjang pendidikan terendah (Taman Kanak-kanak) sampai jenjang pendidikan tertinggi (perguruan tinggi). Secara ideal kegiatan tersebut seharusnya berkesinambungan. Meskipun demikian layanan bimbingan tersebut mempunyai penekanan-penekanan yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan. Hal ini mengingat kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap jenjang pendidikan juga berbeda.
            Winkell (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu :
1. Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan di Sekolah dasar jelas berbeda dengan tujuan pendidikan di Sekolah menengah pertama, dan seterusnya.
2. Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap-tahap perkembangan tertentu.
3. Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
4. Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan
5. Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan seperti bimbingan kelompok atau bimbingan individual, bimbingan akademik atau bimbingan karier, dan sebagainya.
6. Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan misalnya konselor, guru, atau tenaga ahli lainnya.

 Berdasarkan rambu-rambu tersebut program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dilayani.

a. Pendidikan Taman Kanak-kanak
 Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal dan lebih dikenal dengan pendidikan pra sekolah. Pendidikan formal terendah adalah sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel (1991) tenaga- tenaga pendidikan ditaman kanakkanak juga dituntut untuk memberikan layanan bimbingan.

 Hal ini, dikuatkan dalam pedoman bimbingan dan penyuluhan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980 Buku III C, dalam rangka pelaksanaan kurikulum Taman Kanak-Kanak 1976.

 Pelayanan bimbingan dan konseling di Taman kanak-kanak, hendaknya ditekankan pada :
• Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
• Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin diri dan memahami perintah.

 Disamping itu, layanan bimbingan untuk anak taman kanak-kanak perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti pemberian kasih sayang dan perasaan aman.

b. Program Bimbingan di Sekolah Dasar
 Hingga saat ini pelaksanaan bimbingan di sekolah dasar belum dapat terlaksana dengan baik sebagimana di sekolah menengah. Dalam kurun waktu yang relatif tidak lama diharapkan pelaksanaan kegiatan bimbingan di sekolah dasar dapat terwujud, mengingat makin hari, makin bertambah jumlah anak-anak usia sekolah dasar yang memerlukan konsultasi karena mengalami berbagai macam masalah.

 Program kegiatan bimbingan dan konseling untuk siswa-siswa sekolah dasar lebih menekankan pada usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan mereka antara lain mengatur kegiatan-kegiatan belajarnya dengan bertanggung jawab ; dapat berbuat dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebayanya, mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan membentuk kata hati (Winkel, 1991)

 Disamping itu, program bimbingan hendaknya mengacu pada tujuan umum di SD yang memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik, menikmati kesehatan jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat, dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Dengan demikian arah penyusun program bimbingan di sekolah dasar tidak terlepas dari usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan anak-anak usia sekolah dasar.

 Berkenaan dengan penyusun program bimbingan disekolah dasar, Gibson, dan Mitchell (1981) mengemukakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti :

• Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktifitas-aktifitas belajar.
• Di SD masih menggunakan sistem guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
• Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
• Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
• Masalah-masalah yang ditimbulkan di tingkat SD, tidak terlalu komplek.

 Dalam melaksanakan konseling di sekolah perlu dilibatkan semua tenaga pendidik yang ada, terutama dalam hal pembentukan sikap. Layanan bantuan lebih banyak menggunakan jenis bimbingan kelompok, dan negara yang memegang kunci dalam kegiatan bimbingan itu adalah guru kelas.



c. Program bimbingan di sekolah lanjutan tingkat pertama

           Suasana belajar di SLTP berbeda dengan kegiatan di sekolah dasar, terutama dalam sistem belajarnya. Belajar di sekolah dasar SD umumnya diasuh oleh guru kelas sedangkan di SLTP diasuh oleh guru bidang sudi. Oleh karena itu, para siswa sekolah menengah dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan guru yang bervariasi siswa dituntut untuk lebih mandiri khususnya dalam belajar. Mereka tidak lagi dapat menuntut banttuan dari orang tua dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah seperti halnya pada saat mereka duduk di SD. Kondisi-kondisi seperti itulah yang menuntut agar program bimbingan dan konseling di SLTP berbeda dengan di SD. Program bimbingan di SLTP seharusnya lebih bervariasi dan lebih kompleks.


            Selain itu, program bimbingan dan konseling untuk siswa SLTP hendaknya berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Dalam hal ini, Winkel (1991) mengemukakan tugas-tugas perkembangan untuk siswa/anak pada tingkat SLTP antara lain : menerima peranannya sebagai pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan lanjutan, serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
           Hambatan dari pencapaian  tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain;  kurang kepercayaan diri, kurangnya kepada perasaan, sering timbulnya kegelisahan, dan kurangnya semangat kerja keras. Dengan adanya kenyataan yang dialami oleh anak-anak tersebut, program bimbingan hendaknya diarahkan atau ditekankan pada penanggulangan masalah itu sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan baik.


           Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada:
(1). Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
(2). Bimbingan tentang hubungan muda-mudi,  karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih ( Gibson dan Mitchell,1981)
(3). Pada usia  ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya ( peer group) maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial.
(4). Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
(5). bimbingan karir baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan ataupun pekerjaan.

d. Program Bimbingan Sekolah Lanjutan Atas

Program layanan bimbingan di SLTA hendaknya lebih lengkap dan luas cangkupannya dibandingkan dengan program layanan di jenjang pendidikan dibawahnya. Pada jenjang pendidikan SLTA para siswa berada dalam masa remaja. Usia mereka berada pada masa transisi. Kehidupan kanak-kanaknya sudah ditinggalkan, namun kehidupan sebagai orang dewasa belum mapan. Dengan demikian mereka berada di daerah marginal yaitu daerah kabur. Akibatnya mereka kehilangan identitas, dan berusaha mencari identitas kembali dengan berbagai cara dan gayanya. Kadang-kadang pola berpikir, berperasaan, dan prilakunya menyimpang dari pola kehidupan anak-anak ataupun orang dewasa.
Di samping itu, mereka juga dituntut untuk mencapai tugas-tugas perkembangan yang dituntut dari mereka.  Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja siswa SLTA yaitu bertujuan untuk mencapai : (1) Kematangan emosional, (2) Kemantapan minat terhadap lawan jenis, (3) kematangan dalam bersikap dan berpikir


            e.     Pengembangan Program Bimbingan di Sekolah

 Ada empat komponen inti dalam program bimbingan, yaitu :

1.  Layanan dasar umum yaitu layanan yang diarahkan untuk membantu seluruh murid mengembangkan prilaku-prilaku yang harus dikuasai untuk jangka panjang.
2. Layanan Responsif yaitu layanan yang diarahkan untuk membantu murid mengatasi masalah atau mengembangkan prilaku-prilaku yang menjadi kebutuhan pada saat ini dan harus segera ditangani.
3. Layanan perencanaan individual yaitu layanan yang diarahkan untuk membantu murid merencanakan pendidikan, karir dan pengembangan pribadi
4.  Pendukung sistem

E.     Masalah-masalah yang dihadapi
 
         Program bimbingan dan konseling hadir untuk menghadapi masalah-masalah yang dialami siswa. Masalah yang dihadapi siswa dapat dibedakan ke dalam masalah belajar dan masalah bukan belajar. Akan tetapi biasanya masalah tersebut bermuara menjadi kesulitan belajar.
    
        Kesulitan belajar siswa dapat diidentifikasi dengan melakukan tes hasil belajar siswa, tes kemampuan dasar, dan pengamatan kebiasaan belajar.
      
        Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar bisa digolongkan ke dalam faktor eksternal dan internal.
      
         Ada beberapa teknik membantu siswa yang kesulitan belajar yaitu :

1. Pengajaran perbaikan
2. Pengayaan
3. Peningkatan motivasi belajar
4. Peningkatan keterampilan belajar
5. pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif. 



BAB III
KESIMPULAN


           Progam bimbingan dan konseling adalah satuan rencana kegiatan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan pada periode tertentu. Program ini memuat unsur-unsur yang terdapat didalam ketentuan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diorientasikan untuk pencapaian kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.

           Tujuan penyusunan ini adalah tiada lain agar kegiatan bimbingan dan di sekolah berjalan lancar, efektif dan efisien serta hasilnya dapat dinilai. Tersusun dan terlaksananya program bimbingan dan konseling dengan baik, selain untuk pencapaian tujuan program bimbingan dan konseling pada khususnya, tujuan sekolah pada khususnya, juga akan meneggakkan nilai-nilai yang terkandung dari bimbingan dan konseling.










DAFTAR PUSTAKA


Soetjipto, Prof. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta

http://mawardiumm.wordpress.com/2008/02/27/bimbingan-konseling

http://74.125.153.132/search?q=cache:xQpieBX4hPUJ:idb4.wikispaces.com/file/view/fz4006

http://74.125.153.132/search?q=cache:T9hpLLdjzK8J:fip.um.ac.id/~bkp/wp-content/uploads/2009/08/I-konsep-

http://wannefjambak.wordpress.com/2007/02/12/perlunya-bimbingan-konseling-di-sekolah

0 comments: