BERPIKIR " THINKING"
BERPIKIR (THINKING)
A. Pengertian
Berpikir
Dalam arti
yang terbatas berpikir itu tidak dapat didefinisikan. Tiap kegiatan jiwa
yang menggunakan kata-kata dan
pengertian selalu mengandung hal berpikir. Biasanya kita berpikir untuk
menemukan pemahaman atau pengertian yang kita kehendaki.
Adapun pengertian
berpikir menurut beberapa ahli Pendidikan, diantaranya adalah:
- Suryasubrata
(1990: 54) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang
dapat dilukiskan menurut proses dan jalannya.
- Resnick
(Ho dan Fook, 1999) menyatakan bahwa berpikir adalah suatu proses yang
melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan
penalaran.
- Sedangkan
menurut Ibrahim dan Nur pengertian
berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai
kesimpulan berdasarkan pada inferensi, atau pertimbangan yang seksama.
Berarti kemampuan menganalisis, mengkritik dan mencapai suatu kesimpulan
selalu berdasarkan inferensi atau judgement, dengan demikian berpikir merupakan
proses yang kompleks dan non-algoritmik.
Ciri utama
dari berpikir adalah adanya abstraksi. Dengan demikian dalam arti luas kita
dapat mengatakan : Berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi, atau
dengan kata lain berpikir adalah meletakkan atau mencari hubungan/pertalian
antara abstraksi-abstraksi. Berpikir erat kaitannya dengan daya jiwa-jiwa yang
lain, seperti dengan tanggapan, ingatan, pengertian dan perasaan.
Beberapa
aliran psikologi memberikan pendapatnya tentang konsep berpikir, yaitu
diantaranya :
- Psikologi Asosiasi mengemukakan, bahwa berpikir itu tidak lain
daripada jalannya tanggapan-tanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi. Aliran
asosiasi berpendapat bahwa dalam alam kejiawaan yang penting ialah
terjadinya, tersimpannya dan bekerjanya tanggapan-tanggapan. Unsur yang
paling sederhana dan merupakan dasar bagi semua aktifitas kejiwaan adalah
tanggapan-tanggapan. Daya jiwa yang lebih tinggi, seperti perasaan,
kemauan, keinginan dan berpikir, semua berasal atau terjadi karena bekerjanya
tanggapan-tanggapan. Keaktifan pribadi manusia itu sendiri diabaikannya.
Pendapat inilah yang kemudian menimbulkan pendidikan dan pengajaran yang
bersifat intelektualistis dan verbalistis. Tokoh yang terkenal dalam aliran ini ialah John
Locke (1632-1704) dan Herbart (1770-1841). Dengan adanya
eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh para ahli psikologi kemudian
pendapat aliran ini tidak dapat dipertahankan lagi.
- Aliran Behaviorisme : berpendapat bahwa berpikir adalah
gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot
bicara seperti halnya kita mengucapkan ”buah pikiran”. Jadi menurut
Behaviorisme ”berpikir” tidak lain adalah berbicara. Jika pada psikologi
asosiasi yang merupakan unsur-unsur yang paling sederhana dalam kejiwaan
manusia adalah tanggapan-tanggapan, maka pada behaviorisme unsur yang
paling sederhana itu adalah refleks.
Refleks adalah gerakan atau reaksi tak sadar yang disebabkan adanya
pearngsang dari luar. Semua keaktifan jiwa yang paling tinggi, seperti
perasaan, kemauan dan berpikir, dikembalikannya pada refleks-refleks.
Dalam penyelidikannya terhadap tingkah laku manusia, behaviorisme hanya
mau tahu soal tingkah laku (badaniah) saja. Gejala-gejala psikis yang
mungkin terjadi adalah akibat dari adanya gejala-gejala atau
perubahan-perubahan jasmaniah sebagai reaksi terhadap
perangsang-perangsang tertentu. itulah sebabnya menurut kaum behaviorisme (W.
James) ”orang tidak menangis karena susah, tetapi orang susah karena
menangis”. Juga J.B. Watson, seorang Behavioris yang lebih radikal lagi
mengatakannya bahwa : Bahasa ialah gerak-gerak tertentu dari pangkal
tenggorokan dan bagian-bagian mulut lainnya, dan bunyi yang
diakibatkannya. Senyum adalah gerak-gerak tertentu dari cuping hidung dan
sudut mulut disertai kerlipan mata.
Tentu saja
terhadap pendapat ini banyak yang tidak
menyetujuinya. manusia bukan sekedar mesin reaksi seperti robot yang hanya
bertindak dan berbuat jika ada perangsang dari luar. Demikian pula terhadap
pendapatnya tentang berpikir, kita tidak dapat menyetujuinya. memang ada
benarnya, bahwa kadang-kadang dalam pekerjaan berpikir dapat dilihat atau
didengar adanya berbicara. Tetapi pendapat itu dapat dibantah dengan adanya
kenyataan, bahwa orang dapat bersenandung sambil berpikir tentang sesuatu. Kita
memandang berpikir sebagai aktifitas rohani yang sebenarnya, yang memang
kadang-kadang disertai juga gejala-gejala jasmani. Gejala-gejala jasmani hanya merupakan
penampakan turut aktifnya dalam situasi berpikir, seperti halnya orang tegang
ototnya bila ada pemusatan pikiran. Tetapi gejala-gejala jasamani yang demikian
itu tidak termasuk hal yang esensial
dalam keaktifan berpikir.
- Psikologi
Gestalt memandang bahwa gestalt yang teratur mempunyai peranan yang besar
dalam berpikir. Psikologi Gestalt berpendapat bahwa proses berpikir pun
seperti proses gejala-gejala psikis yang lain merupakan suatu kebulatan.
Berlainan dengan Behaviorisme, maka penganut Psikologi Gestalt memandang
berpikir itu merupakan keaktifan psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat
kita amati dengan alat indra kita. Proses berpikir itu dilukiskan sebagai
berikut : ”jika dalam diri seseorang timbul suatu masalah yang harus
dipecahkan, terjadilah terlebih dahulu suatu skema/bagan yang masih agak
kabur-kabur. Bagan itu dipecahkan dan dibanding-bandingkan dengan seksama.
Bagian Gestalt dalam bagian itu diamati benar-benar. Orang mencari
bagian-bagian yang belum tampak dalam kebulatan yang dihadapinya. Kemudian
sekonyong-konyong anggota-anggota/bagian yang dicarinya itu muncul, sehingga
tak terasa kekosongan lagi. Apa yang dicarinya telah diketemukan. Masalah yang
dihadapi terpecahkan.
- Sehubungan
dengan pendapat para ahli Psikologi
Gestalt itu, maka ahli-ahli psikologi sekarang sependapat bahwa
proses berpikir pada taraf yang tinggi pada umumnya melalui tahap-tahap
sebagai berikut :
a) Timbulnya masalah, kesulitan yang harus
dipecahkan.
b)
Mencari dan mengumpulkan fakta-fakta yang dianggap ada sangkut
pautnya dengan pemecahan masalah.
c)
Taraf pengolahan atau pencernaan, fakta diolah dan dicernakan.
d)
Taraf penemuan atau pemahaman; menemukan cara memecahkan masalah.
e)
Menilai, menyempurnakan dan
mencocokkan hasil pemecahan.
Perlu diingat bahwa jalannya berpikir itu ditentukan oleh bermacam-macam
faktor. Suatu masalah yang sama, mungkin menimbulkan adanya pemecahan yang
berbeda-beda pada tiap orang. Sehingga hasilnya pun kemungkinan berbeda pula.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jalannya berpikir itu antara lain
ialah bagaimana seseorang melihat atau memahami masalah itu, situasi yang
sedang dialami seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman-pengalaman
orang itu, dan bagaimana kecerdasan orang tersebut.
Dalam kaitannya dengan proses yang terjadi
pada saat berpikir, Marpaung (Budiarto dan Hartono, 2002: 481) memberikan
gambaran bahwa proses berpikir merupakan proses untuk memperoleh informasi
(dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali
informasi dari ingatan siswa. Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi
tiga langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan
penarikan kesimpulan.
B. Beberapa
Macam Cara Berpikir
Di
atas telah diuraikan bahwa dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan
bagian-bagian dari pengetahuannya, sehingga pengalaman-pengalaman dan
pengetahuan yang tidak teratur menjadi tersusun merupakan kebulatan-kebulatan
yang dapat dikuasai atau dipahami. Dalam hal ini orang dapat mendekati masalah
itu melalui beberapa cara :
1. Berpikir Induktif
menuju kepada yang umum. Orang
mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian
menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat
pada semua jenis fenomena tadi. Beberapa contoh sebagai penjelasan :
a) seorang ahli psikologi mengadakan
penyelidikan dengan observasi. Bayi A setelah dilahirkan segera menangis, bayi
B juga begitu, bayi C, D, E, F, dan seterusnya demikan pula. Kesimpulan semua
bayi yang normal segera menangis pada waktu dilahirkan.
Seorang guru mengadakan
eksperimen-eksperimen menanam biji-bijian bersama murid-muridnya; jagung
ditanam, tumbuh ke atas, kacang tanah ditanam dengan mata lembaganya di sebelah
bawah, tumbuhnya ke atas juga, biji-bijian yang lain demikian pula. Kesimpulan
: semua batang tanaman tumbuhnya ke atas mencari sinar matahari.
Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara
berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama bergantung kepada
representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena
keseluruhan.
Makin besar jumlah smapel yang
siambil berarti makin presentatif, dan makin besar pula taraf dapat di percaya
( validitas) dari kesimpulan itu; dan sebaliknya. Taraf validitas kesimpulan
itu masih ditentukan pula oleh objek validitas dari si pengamat dna homogenitas
dari fenomena-fenomena yang diselidiki.
2. Berpikir Deduktif
Sebaliknya dari berpikir induktif,
maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju kepada yang
khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari sutu teori taupun prinsip
ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ ia
menerapkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan
khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut. Contoh sebagai penjelasan :
Semua logam
jika dipanaskan memuai ( kesimpulan umum)
Besi
adalah logam ( kesimpulam khusus )
Besi
jika dipanaskan akan memuai ( kesimpulan deduksi)
Namun ada pula semacam kesimpulan deduksi yang
tidak dapat kita terima kebenarannya, yang disebut silogisme semu. Contoh :
Semua manusia bernafas dengan paru-paru ( premis
mayor)
Anjing bernafas dengan paru-paru (premis minor)
Karena itu anjing adalah manusia (kesimpulan yang
salah )
3. Berpikir Analogis
Analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir
analogi ialah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan fenomena-fenomena
yang biasa/pernah dialami. Di dalam cara berpikir ini, orang beranggapan bahwa
kebenaran dari fenomena-fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi
fenomena yang dihadapi sekarang.
Contoh :setiap
hari kira-kira jam 11.00 udara diatas kota Bogor kelihatan berawan tebal; dan tidak lama
sesudah itu hujan lebat turun sampai sore. Pada suatu hari kira-kira jam 11.00
udara di atas kota Bogor berawan tebal. Kesimpulannya : sudah tentu sebentar
lagi akan turun lagi hujan lebat sampai sore.
Kesimpulan yang di ambil dari berpikir analogis
ini kebenarannya kurang dapat dipercaya. Kebenarannya ditentukan oleh faktor
kebetulan dan bukan berdasarkan perhitungan yang tepat. Dengan kata lain: validitas
kebenarannya sangat rendah.
Menurut tingkatannya ada dua jenis cara
berpikir yaitu berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir
tingkat tinggi (higher-order thinking). Berikut
ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut.
a. Berpikir Tingkat Rendah
Bloom (Ruseffendi, 1991: 200) mengemukakan bahwa
berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu
aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi
(application). Selanjutnya Ruseffendi (1991) memberikan penjelasan kepada
masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan berkenaan dengan hapalan dan
ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep,
definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan metode. Pemahaman berhubungan dengan
penguasaan atau mengerti tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih
rendah, misalnya mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih
bermakna, memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah. Pemahaman
ada tiga macam yaitu pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation),
dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Aplikasi adalah kemampuan siswa
menggunakan apa yang diperolehnya dalam situasi khusus yang baru dan konkrit.
Pendapat lain mengenai berpikir tingkat rendah,
Marzano (1994) berpendapat bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah meliputi
aspek mengingat, memfokuskan, dan mengumpulkan informasi. Aspek berpikir tingkat rendah menurut pendapat
Bloom dan Marzano terdapat kemiripan satu sama lain.
Selain dua pendapat di atas, Webb dan Coxford
(1993) memberikan pengertian bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah yaitu
meliputi operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung,
mengikuti prosedur (algoritma baku).
Meskipun ketiga pendapat di atas memberikan
pengertian tentang berpikir tingkat rendah berbeda secara redaksional, namun
mengandung makna yang sejalan yaitu sama-sama proses berpikir tingkat rendah
yang erat kaitannya dengan soal-soal rutin.
b. Berpikir Tingkat Tinggi
Berbicara mengenai berpikir tingkat tinggi, para
ahli mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Meskipun berbeda pendapat, tetapi
para ahli setuju bahwa berpikir tingkat tinggi berarti kapasitas untuk berada
pada tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang ada, mengevaluasi, mempunyai
kesadaran metakognitif dan mempunyai kemampuan pemecahan masalah. Pemikiran
kritis, kreatif, dan konstruktif tidak dapat dipisahkan dari berpikir tingkat
tinggi.
Ruseffendi (1991: 220) mengemukakan bahwa tiga
ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi,
termasuk pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi (1991, 222)
memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah kemampuan
memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu, mencari hubungan antara
bagian-bagian, mampu melihat komponen-komponan, bagaimana komponen-komponen itu
berhubungan dan terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak
rutin. Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya,
unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan baru seperti pola dan
struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan aspek yang meliputi
aspek-aspek sebelumnya.
Sedangkan menurut Marzano (1994) berpikir tingkat
tinggi meliputi aspek-aspek mengorganisasi, membangun (generating),
menginvestigasi dan mengevaluasi. Bloom dan Marzano memiliki pandangan yang
sejalan, terdapat beberapa kesamaan yaitu aspek generalisasi dan integrasi dari
Marzano sama dengan aspek sintesis dari Bloom. Jadi dapat dikatakan bahwa
berpikir tingkat tinggi berarti berpikir dengan mengambil beberapa tahap yang
lebih tinggi dari hierarki proses kognitif.
Pendapat lain tentang berpikir tingkat tinggi
diungkapkan oleh Ibrahim dan Nur (2000:
yang menjelaskan bahwa karekteristik berpikir tingkat tinggi adalah
non-algoritmik yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan
sebelumnya, cenderung kompleks, seringkali menghasilkan banyak solusi,
melibatkan pertimbangan dan interpretasi, serta aktivitas mental yang tinggi.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif
a. Berpikir Kreatif
Sebelum kita membahas berpikir kreatif, perlu kita
ketahui fungsi otak manusia. Otak manusia secara garis besar dibagi menjadi dua
bagian yaitu otak kiri dan otak kanan. Otak kiri dan otak kanan mempunyai
fungsi yang berbeda, namun saling terkait. Fungsi otak kiri sebagai sumber
logika sedangkan otak kanan sebagai sumber perasaan spiritual (Nurhalim, S.M.
2003. 39). Pendidikan pada umumnya banyak mengasah fungsi otak kiri.
Ketidakseimbangan kedua fungsi otak tersebut berdampak kepada proses pendidikan
yang menguatnya aspek kognitif tetapi berkurangnya perasaan. Perasaan merupakan
komponen dalam kemampuan berpikir kreatif (kreativitas) yang sangat penting.
Masalahnya adalah menguatnya aspek kognitif tanpa disertai dengan meningkatnya
kemampuan berpikir kreatif tidak cukup untuk berkompetisi di era global, karena
tantangan dalam hidup ini tidak cukup diselesaikan dengan kemampuan kognitif
saja, melainkan diperlukan pemikiran yang kreatif. Oleh karena itu dalam
pendidikan perlu keseimbangan antara pengembangan berpikir kreatif yang
merupakan dominasi otak kanan, dan kemampuan kognitif adalah fungsi otak kiri.
Fungsi kedua bagian otak adalah seperti pada Tabel 2.1.
Kreativitas artinya daya cipta. Daya cipta sebagai
kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali baru adalah hal yang
hampir tidak mungkin, oleh karena itu kreativitas merupakan gabungan
(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sehingga Munandar (1999:47)
mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.
0 comments:
Post a Comment